Pembangunan Melesat, Lahan Pertanian Samarinda Menyusut, Yulianus Henock: Saatnya Berinovasi!

oleh -202 Dilihat
Dr. Yulianus Henock Sumual, SH, M. Si Melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait Ketahanan Pangan dengan Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Holtikultura Kota Samarinda (Foto : Fzi)
banner 468x60

Ulasankaltim.id, Samarinda – Pertanian Samarinda sedang berada di titik persimpangan. Di satu sisi, kebutuhan pangan terus meningkat seiring laju pertumbuhan penduduk dan pembangunan kota. Namun di sisi lain, lahan pertanian produktif kian menyusut, menyisakan tanda tanya besar: mampukah Samarinda mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangannya sendiri?

Anggota DPD RI Daerah Pemilihan Kalimantan Timur, Dr. Yulianus Henock Sumual, SH, M.Si, menyoroti kondisi tersebut sebagai ancaman nyata terhadap upaya mewujudkan swasembada pangan di Samarinda. Menurutnya, pembangunan kota yang pesat tanpa diimbangi perlindungan lahan produktif dapat melemahkan ketahanan pangan daerah.

Samarinda menghadapi tantangan serius dalam ketersediaan lahan pertanian. Banyak area yang dulunya subur kini berubah menjadi kawasan perumahan dan industri,” ujar Yulianus Henock.

Ia menilai, penurunan luas lahan pertanian menjadi persoalan strategis yang perlu ditangani secara menyeluruh. Jika dibiarkan, Samarinda berisiko semakin bergantung pada pasokan pangan dari daerah lain.

Untuk itu, Yulianus Henock mendorong pemerintah daerah mengambil langkah konkret dan terukur. Kolaborasi lintas sektor, kata dia, menjadi kunci untuk memastikan sektor pertanian tetap bertahan di tengah tekanan urbanisasi.

“Kita harus berpikir inovatif dan adaptif. Pemanfaatan lahan tidur, penerapan pertanian perkotaan, serta penggunaan teknologi modern dapat menjadi solusi agar produksi pangan tetap meningkat meski lahan terbatas,” jelasnya.

Lebih lanjut, Yulianus Henock menegaskan pentingnya perlindungan terhadap lahan pertanian berkelanjutan. Ia mengingatkan agar kebijakan tata ruang kota harus berpihak pada upaya menjaga kemandirian pangan daerah.

“Pemerintah perlu memastikan agar lahan pertanian tidak mudah dialihfungsikan. Ketahanan pangan bukan hanya soal beras atau hasil panen, tetapi juga menyangkut kedaulatan ekonomi masyarakat,” tegasnya.

Menurutnya, keberhasilan mencapai swasembada pangan tidak hanya bergantung pada petani, melainkan pada sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat. “Jika kita mampu memenuhi kebutuhan pangan dari hasil sendiri, maka ketahanan ekonomi Samarinda akan semakin kuat,” tambah Yulianus Henock.

Sementara itu, dari sisi teknis lapangan, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Pertanian Kota Samarinda, Abdul Jalil, mengungkapkan kondisi aktual pertanian di wilayahnya. Ia menyebutkan bahwa total lahan pertanian di Samarinda hanya sekitar 1.012 hektar.

“Dengan luas lahan tersebut, produksi pangan kita baru mencapai sekitar 7.000 ton per tahun, sementara kebutuhan masyarakat Samarinda mencapai lebih dari 100 ribu ton per tahun,” jelas Abdul Jalil.

Ia mengakui, ketimpangan antara kebutuhan dan produksi lokal masih sangat besar, sehingga Samarinda masih bergantung pada pasokan dari daerah lain seperti Sulawesi Selatan dan Jawa Timur.

Untuk mengatasi ketimpangan tersebut, pihaknya berkomitmen memperkuat kerja sama lintas instansi serta meningkatkan koordinasi antar pemangku kepentingan. “Kami akan terus berkolaborasi demi memperkuat ketahanan pangan di Samarinda,” ujarnya.

Namun, Abdul Jalil juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap alih fungsi lahan pertanian. Ia berharap agar lahan yang tersisa tidak lagi dialihkan untuk kepentingan non-pertanian, mengingat pentingnya menjaga sumber produksi pangan lokal.

Tantangan lain yang dihadapi adalah minimnya regenerasi petani muda. Menurut Abdul Jalil, sebagian besar generasi milenial lebih tertarik pada budidaya hidroponik dan pertanian modern, namun belum banyak yang mengelola lahan secara langsung.

“Kami berharap lebih banyak anak muda mau terlibat dalam pertanian lahan terbuka, karena dari situlah fondasi ketahanan pangan dibangun,” ungkapnya.

Baik Yulianus Henock maupun jajaran Dinas Pertanian menilai, masa depan ketahanan pangan Samarinda ditentukan oleh kemampuan semua pihak untuk berinovasi dan menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian lahan produktif.

Dengan sinergi dan kebijakan yang berpihak, Samarinda diharapkan tidak hanya menjadi kota berkembang, tetapi juga kota yang mandiri dan berdaulat pangan. (Fzi)

Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @ulasankaltim_id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *